Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mutu adalah nilai, keadaan, ukuran keaslian (untuk emas atau mutiara). Di dalam penggunaan sehari-hari, kata mutu bermakna kualitas tinggi. Jika menghubungkan mutu atau kualitas dengan sistem pendidikan tentunya akan muncul sebuah pertanyaan mengenai bagaimana mutu pendidikan dinilai baik?
Pada kesempatan ini, saya akan mengulas mengenai sistem mutu pendidikan. Sistem mutu pendidikan (1992) menjabarkan pengertian mutu menjadi sebuah conformance to requairements (sama dengan persyaratan). Hal ini ditegaskan bahwa setiap produk/jasa/proses dikatakan bermutu baik jika persyaratan produk/jasa/proses tersebut memiliki kualitas yang tinggi. Singkat cerita bahwa persyaratan sebuah produk/jasa/proses dapat terlihat dari input dan output-nya.
Menilai mutu sebuah proses pendidikan, kita terlebih dahulu menjabarkan bagaimana input dan output pendidikan itu sendiri. Mutu sebuah input dari proses pendidikan dapat dikatakan baik atau berkualitas jika di dalam input proses pendidikan itu terdapat informasi yang dibutuhkan untuk menjalankan proses pendidikan dengan baik dan terencana. Informasi tersebut tentunya sudah tertuang di dalam sistem kurikulum pendidikan nasional yang meliputi prosedur proses pendidikan, pengetahuan/kecakapan yang dibutuhkan hingga perlengkapan penunjang proses pendidikan. Sementara output dari proses pendidikan yang baik jika hasil dari proses tersebut dapat menggambarkan bahwa output dari proses pendidikan dapat menjawab dan memenuhi kebutuhan di dalam semua disiplin ilmu.
Peningkatan mutu pendidikan dapat dilakukan jika di dalam proses pendidikan itu terdapat komunikasi yang baik, perencanaan yang terstruktur, uji coba yang objektif, kerjasama yang berkesinambungan. Komunikasi yang baik dibutuhkan antara orang tua peserta didik dengan para pendidik. Beberapa sekolah sudah memiliki sistem komunikasi yang baik seperti adanya parent teacher conference (pertemua orang tua dan guru) maupun pemberian laporan peserta didik yang tidak hanya memberikan nilai semata melainkan menggambarkan aspek-aspek pendidikan lain dari peserta didik. Perencanaan yang terstruktur seperti yang saya sudah sebutkan adalah adanya kurikulum yang berkesinambungan. Namun pada prakteknya kurikulum pendidikan di Indonesia sering kali berganti dan berubah seiring dengan kebutuhan pendidikan dewasa ini. Uji coba yang objektif dapat dilakukan dalam upaya untuk melihat sejauh mana kecakapan peserta didik maupun pendidik di dalam suatu proses pendidikan itu sendiri. Seperti halnya ujian kompetensi yang harus dilakukan para pendidik. Kerjasama yang berkesinambungan diperlukan untuk mencegah terjadinya kecurangan dalam proses pendidikan. Seperti yang kita ketahui bersama, kecurangan dalam proses pendidikan dewasa ini tidak hanya dilakukan oleh peserta didik dengan cara mencontek saja namun ada beberapa oknum pendidik yang melakukan kecurangan dengan memalsukan ijazah dan sertifikasi lainnya.
Komunikasi, perencanaan, uji coba, dan kerjasama yang terus berkesinambungan bersamaan dengan upaya yang dilakukan lembaga pendidikan untuk memanfaatkan segala sumber daya yang dimiliki dengan sebaik-baiknya maka akan mendukung peningkatan mutu pendidikan.